Hari Minggu pagi selepas Shubuh, ku mulai langkah perlahan melintasi embun di pucuk daun pisang panjang.
Perlahan berjalan mengikuti awan tak berujung hingga aku tersesat di tepi hutan sendiri kesepian.
Ku kebingungan...
Ku panggil segera penguasa hutan dan dia datang, ingin ku pecahkan angan meminta jawaban.
Di mana tempatnya kesenangan...?
Memalukan, yang ku tanyakan tidak mendapatkan jawaban.
Dia hanya terdiam menangis membuatku kasihan hingga tanpa sadar aku pergi meninggalkannya.
Jalanku di ujung daun terhenti di pandangan air jernih sejuk hilangnya dahaga jiwa yang kehausan akan pengetahuan, ilmu.
Diam ku teringin lebih jelas melihat apa yang di senda guraukan si ikan emas telinga ku pasang teliti jeli.
Heran, si ikan tetap tidak hiraukan padahal tidak ada halangan memegang tiga ekor tetap riang tertawa berenang.
Apa yang di katakannya...?
Aku pinjamkan telinga Sulaiman dengar pahami bahasa hewan ku coba mengerti.
Yang ku dengar :
Mas telaga ini airnya sejuk segar, tiap hari kita disini.Lebih tenang mana dari rasamu ?
Ikan terkecil bertanya pada yang lebih besar.
Mas besar kaget mengepakkan ekornya mengejutkan aku airnya berombak si Mas besar bersuara malas, "rasaku tidak terbatas sedangkan kemauanku tak pernah terpenuhi walau telah ku usahakan. Telaga ini memenjaraku, ku ingin ke udara tapi apakah mungkin aku bisa terbang..? Sedangkan burung yang pandai tidak mau mengajarkan bernafas di awan, aku hanya punya insang"
Ikan Mas kecil menyambut jawaban :
Rasa keinginanmu melebihi kebiasaan, tidak akan mungkin engkau mendapatkannya. Mengapa engkau berkeinginan yang bukan-bukan sedangkan kita diciptakan di sini di air ini. Mengapa ingin terbang seperti burung apa engkau lupa si Gagak yang dengan sengaja memakan mematikan saudara kita..?
Hingga tangisan menetes dia pun tidak mau dengar tidak juga paham yang mati tetap tak akan pernah kembali.
Hai.. Mas kecil kenapa engkau menyalahkanku, mati memang akan tiba tapi demi rasa inginku, apa aku salah mengusahakannya..?
Kita memang tidak sama dia di udara kita di air, tapi mereka tidak mau menimbang rasa..?
Apakah dia tau setelah mati akan baik atau buruk kah kehidupan kita di sana ?
Aku tidak paham apa yang di bicarakan hilang pendengaranku tertidur di rumput batu.
Bangunku membawa pulang di Maghrib remang ku hentikan perjalanan istirahat di pelukan hati, dan kembali mimpiku tak mungkin akan ku ulangi.
Letihku membuat lelap lena dengkur terdengar menggelegar getarkan dinding kamar.
Esoknya hari senin aku bangun kesiangan matahari sudah tinggi, di atas roda berputar kulanjutkan perjalanan karena kakiku sudah lelah.
Bumi membawaku terus kewaktu yang tak mungkin aku kembali, hanya di angan semua yang terjadi telah tersimpan.
Dalam melayang mengejar impian teringat kotor, selalu kudapat kubawa pulang dari keramaian untuk badan.
Padahal..
Inginku tidak begini
Inginku, tapi aku tidak tahan uji
Inginku bersih segera dari semua noda kusiramkan akan...
Ingat maluku ketika hanyut mendengarkan cerita kemaksiatan lembut si Dewi..
Ingat maluku menahan, melihat kuatnya rambut nafsu si Dara...
Astaqfirullohhal 'adziim...
Ku usap lengan telapak tangan tidak akan aku menyakiti siapapun yang berhati suci, tidak lagi-lagi ku ulangi...
Ku cuci mulut berkumur meludah lidah tak bertulang lentur mengiris lebih dalam tajam, ku mulai buang kata tak berguna cuma menyakiti perasaan jiwa merana.
Tiada terkira sakitnya tak terobati tak terlupa sampai tua terbawa mati.
Menyesal aku tak akan aku ulangi...
Aku berjanji...
Masih di atas roda melaju ke awan impian
Kuatnya benturan angin mengenai muka terpaksa menyipitkan mata. Tersenyum walau di awan tanpa teman, aku tenang tentramkan nikmati indahnya di perjalanan.
Ku siramkan taubat embun berjuta cahaya di anggota tubuhku. Angan jagalah engkau atas apa saja yang bersalah merencanakan. Jangan lanjutkan,.
Mengapa engkau tidak mau, seenaknya saja tenang tanpa beban penyebab hilangnya bahagia.
Aku tahu diri
Kucuci kaki niat melangkah tak salah mulai detik ini.
Rodaku tiba-tiba berhenti tak ku hiraukan lagi dimana.
Pohon besar rumah panggung di atasnya
Asri..
Berseri senang aku memandang
Kuturun dari roda melangkah memanjat ke atas satu demi satu angin semakin kuat membuat peluh naik terus demi memenuhi panggilan Asyar, di atas pohon ada Surau aku menghentikan perjalananku mengheningkan cipta sejenak menghadap-Nya.
Di akhir aku mengangkat tangan berdo'a buat ortuku, keluargaku, adik2ku, mbak2ku,mas2ku, saudaraku se iman untuk kebahagiaan yang "selamanya" dan perjalananku semoga cepat sampai. Amin...
Berdiriku melangkah turun .. Anganku terngiang lagi perkataan penjaga Surau atas pohon tadi dalam bisikan peluk salam :
"malu akan mengakibatkan kebaikan, malu adalah sepontan, malu akan melakukan kemaksiatan itu adalah kebenaran. Namun malu kadangkala harus di buang dalam melakukan kebenaran".
Sadarku ingat sudah petang maghrib menjelang ku pacu rodaku melintasi gelapnya harapan, lewat atas angin mengikuti titian buroq, untuk segera sampai di peraduan sengaja ku pintaskan haluan.
Malamnya mata tak mau terpejam.
Benar juga tentang malu siang tadi, kalau aku tidak punya malu apa jadinya ?
Mungkin orang-orang akan menganggapku seperti binatang...
Hari Selasa pagi
Jiwaku memberontak lagi
Di mana kepuasan..?
Dimana kesenangan..?
Kapan kurasakan.
Melayang diriku seketika ke tempat biasa aku menenangkan diri, Jabalkat tempatnya...
Senyumku di tepi bibir atas angin ku simpan dalam rongga hitam pekat.
Ku tarik nafas dalam hidung ku hembuskan perlahan ku buang semua beban.
Denyut nadi terasa hangat menjalar di seluruh tubuh, nikmat...
Seketika muncul dalam pikiran :
"Taukah kamu pergaulan itu mempengaruhi didikan otak. Oleh karena itu, untuk kebersihan jiwa hendaklah bergaul dengan orang-orang yang beradab dan berbudi mulia yang dapat kita mengambil manfaatnya."
"Jika kamu percaya dunia ini persinggahan sebentar saja, mengapa tidak segera perbanyak bekal untuk meneruskan perjalanan..?
Apa memang sudah siap..?
Mengapa engkau terlalu semangat segera ingin sampai..?
Tau kah kamu 1 spintu gerbang yang akan engkau masuki pertama kali untuk sampainya dirimu pada tujuanmu itu..?
Satu-satunya pintu jalan kebahagiaan setelah kehidupan dunia adalah kematian.
Karena kita cuma ada satu persinggahan segera persiapkan, dapatkan bekalnya."
Lemas panas dingin peluh bercucuran,..
Biasanya aku tidak bisa paham mengapa kali ini begitu gampang ...
By : dindra
egdin19m1zn@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar